ANDAI
MASIH, HARI INI DIA 23 TAHUN.
![]() |
Alm. Kukuh Bayu Pamungkas 2010, satu-satunya sisa foto di laptop :) |
Saya
melihatnya pertama kali saat kami sedang melewati seleksi tes kesehatan sebagai
syarat masuk di SMA. Sebelumnya kami tidak saling mengenal karena memang berbeda
sekolah. Tanpa mencoba menyapa dulu, dia bersama seorang teman lelakinya
mendekati saya yang sedang duduk santai bersama teman satu identitas. Dengan
gayanya yang sok kenal dia memberitahu kami bahwa didalam ruangan nanti jari
kami akan ditusuk dan rasanya sangat sakit. Saya memarahinya setelah salah satu
dari kami tiba-tiba menangis karena ternyata memiliki riwayat rauma dengan jarum. Kami berpindah posisi dan
meninggalkannya dengan muka yang sangat masam.
Singkat
cerita, ternyata kami dipertemukan kembali sebagai teman satu kelas di X-C dan
semua kisah tentang kami dimulai sejak hari pertama bersekolah di SMA. Saat itu
umur saya masih 14 tahun dan umurnya belum genap 17 tahun. Layaknya remaja pada
umumnya, kami bertransformasi bersama mulai dari bermusuhan, menjadi teman
biasa, bersahabat dan berlanjut sebagai cinta monyet yang saat ini lebih dikenal
dengan istilah pacaran.
Bagaimanapun,
saya pernah melewati masa ABG yang bisa diopinikan sebagai “remaja yang keliru”
tapi bisa jadi ada benarnya juga. Meski demikian, sampai saat ini saya tidak pernah
menyesal pernah melewati masa tersebut, yang dapat saya lakukan sekarang adalah
berusaha belajar dari kesalahan dan memperbaikinya, terutama dalam hal manajeman
waktu. Dulu saya begitu terlena belajar kehidupan dengannya yang memang secara pemikiran
lebih dewasa pada beberapa hal, hampir setiap hari kami menghabiskan waktu
bersama di sekolah dan sangat menyita waktu bersama teman-teman yang lain,
sepulang sekolah kami sudah mulai berkelana kemanapun, paling sering kami memilih
untuk mengunjungi sebuah pabrik milik ayahnya, berinteraksi dengan masyarakat
dan berbagi pengalaman hidup.
Sebagai manusia normal, memang tidak semua hal yang
kami lakukan baik, bahkan sifat umum remaja yang ingin selalu mencoba hal-hal
baru juga sempat kami lakukan, contohnya seperti tidak mengerjakan tugas,
sengaja datang sekolah terlambat dan dihukum guru kelas, sesekali bolos
ekstrakulikuler dan beberapa kejadian kecil-kecil lainnya di sekolah yang belum
pernah saya lakukan selama SD dan SMP. Namun yang menarik adalah hampir pada setiap
kali melakukan kesalahan dia mencoba menjelaskan kepada saya alasan mengapa
bertindak hal tersebut dan hikmah apa yang dapat diambil, dan pada akhirnya
saya belajar.
Hidup
diluar aturan memang terkadang lebih asik, sayangnya dulu saya belum begitu
cerdik mengendalikan diri. Seringkali kami akhirnya mengabaikan pelajaran di sekolah
dan hal ini membuat nilai saya turun di semester 2. Saat raport dibagikan, saya
hanya memperoleh peringkat ke-2 dan inilah puncak kemarahan orangtua karena menganggap
saya tidak cukup dewasa untuk membagi waktu. Sebagai seorang anak yang memang
masih menjadi tanggungjawab keluarga, akhirnya saya menuruti keinginan mereka
dan dengan berat hati memutuskan untuk tidak melanjutkan petualangan yang sudah
berjalan selama 2 semester. Kami naik kelas dan akhirnya fokus dengan jurusan
masing-masing sesuai pilihan. Dia melanjutkan perjuangan hidup dengan oranglain
sedangkan saya memilih fokus dengan akademik dan berproses bersama teman-teman
yang ternyata selama satu tahun sempat saya abaikan.
Lika-likunya
panjang, cerita lengkapnya sudah saya tuangkan dalam sebuah novel berjudul
“Kisah Kita” yang saya tulis selama 5 bulan mulai dari pasca perpisahan kami, mirisnya
adalah ternyata novel itu menjadi kado terakhir dari saya di ulangtahunnya yang
ke-18 tepat 5 tahun yang lalu pada tanggal 18 Desember 2011. Saat pertemuan kami yang
terakhir, dengan wajah sumringah dia berjanji kepada saya akan membacanya sampai
selesai. Namun beberapa hari setalah itu sakitnya kambuh dan koma di rumah
sakit. Novel itu akhirnya hanya sempat dibaca oleh kakak kandungnya karena dia
sudah dipanggil ke Surga di saat puncak komanya hari ke 10 tepat tanggal 1
Januari 2012 pukul 14.30 WIB. Perasaan sedih mendalam sudah pasti, namun mengikhlaskan
adalah jalan terbaik yang saya pilih, Allah lebih menyayanginya.
Jika
saat ini menurut orang tua hidup saya sudah jauh lebih baik, bagi saya salah
satu orang yang berpengaruh besar adalah dia. Sebagai sosok yang sangat dekat
dengan saya pertama kali, dia mampu mengajarkan banyak hal, baik dan buruk, serta
menegaskan kepada saya bahwa setiap orang harus bertanggungjawab penuh terhadap
apapun yang sudah dia pilih. Dan saat ini saya menyadari bahwa menjadi bidan
adalah pilihan yang saya ambil dan harus saya pertanggungjawabkan secara utuh.
Tak hanya itu, banyak sekali hikmah-hikmah kehidupan lain yang pernah dia
tanamkan selama kami berproses bersama.
Mungkin
saya pernah belajar banyak hal dengan memiliki teman laki-laki yang dengannya
kami pernah membangun impian-impian bersama. Namun saya juga belajar bahwa
tugas saya saat ini bukanlah membangun impian dengan satu orang saja, tetapi
dengan beratus ribu oranglain yang dengan mereka ternyata saya mampu mewujudkan
impian-impian yang jauh lebih besar. (Ini hanya opini saya saja).
Kepada teman dan adik-adik yang masih dalam masa ABG, saat
ini saya hanya berpesan untuk berhati-hati dengan waktu, semaksimal mungkin dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, jika ingin coba-coba, cobalah hal-hal positif yang menggugah keinginan untuk terus belajar, kembangkan bakat dan kemampuan. Jika teman-teman yang lain merasa menjadi anak 'gaul' dengan urak-urakan dalam permainan geng motor, keluar malam-malam untuk berduaan dengan lawan jenis, atau menghabiskan banyak waktu untuk melakukan hal yang seharusnya tidak menjadi prioritas, cobalah memantapkan hati untuk memilih berlabel "gaul" dengan jalan yang lain, salah satunya dengan mengembangkan potensi dan berprestasi, InsyaAllah pilihan ini akan sangat bermanfaat ketika sudah dewasa nanti.
Bertransformasi dan
berpetualang boleh, bahkan menurut ibu saya itu sangat penting, jangan sampai hidup kita hanya berkutat dengan belajar dan mengejar nilai akademik tanpa mampu berinteraksi baik dengan masayarakat, karena setinggi apapun jabatan nantinya, kita akan tetap kembali kepada masyarakat. Sebagai bekal, hal yang harus digarisbawahi adalah bagaimana kita pandai memilih lingkungan yang benar serta pandai
memilih oranglain untuk dijadikan sahabat, karena merekalah yang akan sangat
memberi pengaruh dalam hidup kita. Yang terpenting jauh sebelum itu adalah komunikasi yang baik dengan
orangtua dan guru, tidak perlu ada yang ditutup-tutupi, biasakan untuk terbuka dan
bercerita jujur karena InsyaAllah orangtua paling memahami langkah terbaik bagi
kita. Saya hanya salah satu orang beruntung yang bertemu dengan guru-guru luar biasa yang tidak pernah lelah mengingatkan saya. Sehingga saya sedikit menyadari bagaimana harus bertindak, meskipun tetap belum menjadi anak yang penurut sampai pada kesadaran itu benar-benar muncul dari diri sendiri. "Kenali dan berdamailah dengan diri, sukses akan mengikuti langkahmu", begitu kata salah seorang juri duta santri nasional kemarin.
Terkait dengan cinta monyet yang pernah saya alami, saya jadikan itu sebagai pembelajaran bagi hidup saya dan untuk anak-anak saya nanti. Mungkin
sekarang saya sudah mulai paham bahwa pacaran itu tidak boleh, terutama dari
kacamata ajaran agama islam, namun saya berusaha semaksimal mungkin cukup mencoba
mengarahkan dan memberitahu, tanpa menjudge bahwa seseorang yang pacaran memiliki dosa yang besar, karena sungguh itu menjadi hak mutlak Allah swt sebagai sang Maha
Pengatur. Saya yakin setiap orang mampu mempertanggungjawabkan dengan utuh setiap apa
yang dia pilih. Saat menulis ini saya mencoba berkaca didepan cermin, semoga menjadi nasihat bagi diri sendiri. Tanpa menjadi terpuruk ketika mengingat masa-masa yang telah terlewati, saya sadar bahhwa setiap orang memiliki masalalu masing-masing, baik ataupun buruk, yang terpenting adalah bagaimana hari ini bisa lebih baik dari hari kemarin dengan cara kita sendiri.
Dan untukmu, Almarhum Kukuh Bayu Pamungkas. 6tahun
sejak awal perkenalan kita telah berlalu dan jejak-jejak hikmah itu masih terus
ada. Terima kasih pernah mengajarkan banyak hal tentang hidup, semua hal yang
pernah terlewati bersama membuatku ingin menjadikan hidup ini bermakna bagi
orang-orang disekitar seperti yang selalu kamu lakukan. Terima kasih telah menjadi
sosok inspiratif bagiku untuk berdakwah dan belajar agama lebih dan lebih giat
lagi, menyadari betul bahwa Allah dapat mengambil nyawa manusia kapanpun dan
dengan cara apapun. Semoga kamu bahagia di Surga dalam pelukan-Nya. Aamiin
Yogyakarta, 18 Desember 2016