MELAWAN
RASA TAKUT DI MENTORING PERTAMA
Dalam
teknik pembelajaran agama islam terdapat istilah mentoring atau pembinaan
kepada adik tingkat, dan terkait siapa akan bertemu siapa itu sudah menjadi
tanggungjawab pengurus harian. Suatu hari saya di WA oleh teman satu jurusan
yang kebetulan menjadi pengurusnya, dia meminta saya untuk menjadi salah satu mentor
yang akan memegang beberapa adik binaan,
saya memang tidak asing dengan kegiatan ini karena sudah mengikuti
prosesnya selama kurang lebih 3 tahun. Saya sempat ragu untuk mengiyakan pada
awalnya karena saya sadar bahwa menjadi seorang mentor bukanlah sebuah
pekerjaan mudah. Berdasarkan pengalaman pribadi saya pernah 3kali ganti mentor
dan bagi saya mereka adalah sosok yang sangat inspiratif dalam bidang agama
khususnya, saya tidak merasa demikian.
Ketakutan
mulai timbul tatkala nama-nama adik binaan sudah saya pegang dan saatnya menghubungi
mereka satu persatu. “Aku belum seperti mba-mba mentorku yang baik perangainya
dan memang bisa menjadi contoh, apa lebih baik aku mundur saja” begitu
pemikiran yang sempat singgah beberapa hari. Kekhawatiran ini akhirnya saya
diskusikan dengan mentor saya di Asrama, dengan gaya bicaranya yang tegas dan lugas
dia meyakinkan saya untuk memulai langkah ini dengan mantap. Kata-katanya
memang benar-benar mampu menyulap pikiran, selesai dari balutan nasihat yang
dia lontarkan, semangat ini terbakar dan rasanya ingin segera bertemu dengan
adik-adik. Saya menghubungi satu persatu dengan bahasa yang sangat santun.
Namun ternyata hanya satu orang yang ada waktu luang sesuai hari yang
disepakati. Dan pada sela-sela komunikasi kami lewat medsos, dia melontarkan
sebuah pertanyaan yang saya belum bisa menjawabnya saat itu padahal
pertanyaannya sederhana. Saya sedih dengan ilmu yang masih sangat kurang ini,
namun saya berjanji padanya untuk menjawab di kesempatan yang lain.
Hari
yang ditunggu tiba, si adik sudah menyepakati untuk bertemu di salah satu
warung makan khas ‘ngapak’ di Yogyakarta. Meskipun masih dengan keraguan,
tetapi akhirnya saya memberanikan diri melangkahkan kaki memulai mentoring
pertama. Si adik yang belum tau tempatnya meminta untuk dijemput di fakultas.
Saya berpikir dia memang sendirian, ternyata dia mengajak temannya, saya
sedikit lega. Tak lama setelah bertemu untuk pertama kali, kami segera bergegas
menuju tempat makan.
Aneh,
tidak seperti biasanya saya merasa sangat canggung berbincang dengan adik
kelas. Timbul keraguan dalam diri, dan timbul pertanyaan ‘apa yang harus saya
sampaikan nanti?’. Ternyata begini rasanya menjadi mentor untuk pertama kali,
mungkin dulu juga mba-mba mentor mengalami masa ini. Namun beruntung, adik
binaan saya ternyata bukan orang yang pendiam, dia mencairkan suasana
seolah-olah kami sudah saling kenal sejak lama, dia menceritakan peristiwa hari
ini yang katanya membosankan. Di sela-sela cerita yang disampaiakan dengan
antusias dia melontarkan pertanyaan kepada saya, tiba-tiba jantung menjadi dag
dig dug tak terkendali, saya khawatir dia akan menanyakan hal-hal yang seperti
yang pernah dia tanyakan beberapa hari yang lalu, soalnya tidak susah, namun
jawabannya sangat sensitive dan saya tidak memiliki keberanian lebih untuk
langsung menjawabnya. Saya memperhatikan mimik bicaranya dengan seksama, dan
ternyata dugaan saya melenceng, dia menanyakan banyak hal tentang tips
manajemen waktu dan menjadi mahasiswa berprestasi, sesaat saya menghela napas
karena merasa terselamatkan. Pada akhirnya dengan santai saya ceritakan
beberapa pengalaman yang pernah saya alami selama kuliah sembari menyisipkan
beberapa lelucon yang akhirnya membuat kami semua tertawa. Seketika itu rasa
takut saya perlahan pudar dan hilang.
Saya semakin yakin untuk terus membina mereka, karena berbagi hal-hal kecil
dengan imbalan terima kasih atau bahkan tanpa imbalan ternyata sangat
menyenangkan.
Sekarang
saya tau, rasa takut itu bisa muncul kapanpun, bahkan dari kejadian-kejadian
kecil yang menurut kebanyakan orang biasa saja. Rasa takut hanya bisa
dihilangkan dengan cara melawan dan menghadapinya dengan gagah. Namun yang lebih
tepat adalah menghadapinya dengan persiapan yang matang seperti halnya
materi-materi yang seharusnya saya pelajari dengan sungguh-sungguh terlebih
dulu.
Semangatt Ulin :)
BalasHapusSetelah berat 'memulai', soal selanjutnya adalah tentang keistiqomahan (yang bahkan Rasulullah SAW pun menilai istiqomah merupakan tugas berat), but every questions will have the answer, dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.
Long life learning
Proud of you