Minggu, 11 Desember 2016


PONDOK PESANTREN MAHASISWI ASMA AMANINA

KISAH ASMA #1

Empat bulan di Rumah Cahaya Asma Amanina sudah memberi begitu banyak pengalaman dan pembelajaran baru. Untuk seseorang yang baru pernah hidup di pesantren, beberapa aturan yang ditetapkan serta padatnya jadwal belajar agama sempat membuat saya kewalahan apalagi dengan beban kuliah 24 SKS di kampus meskipun sudah semester 7. Jadwal rutin di asrama dimulai dari pagi sebelum subuh, kami dibiasakan untuk bangun sebelum suara kokok ayam terdengar dan belajar bermesraan dengan Allah pada sepertiga malam terakhir yang kemudian dilanjutkan sholat subuh berjamaah. Jam 05.00 WIB tepat kami sudah harus berpakaian rapi dan berada di kelas untuk memperoleh materi kuliah Asma sesuai jadwal. Selesai kelas pagi, bagi yang mendapat giliran piket Asma dan piket blok kamar, mereka harus segera bergegas menyelesaikan tanggungjawabnya sebelum melakukan kegiatan lain.

Kegiatan Asrama dimulai kembali pada sore hari, setelah bertebaran mencari ilmu dan belajar di tempat lain, sebelum maghrib kami sudah harus tiba di Asrama, melaksanakan sholat maghrib berjamaah dan dilanjutkan mentoring (pembinaan) sampai adzan Isya berkumandang dan akhirnya kami sholat isya berjamaah. Jam 20.00 WIB tepat kami kembali harus berada di kelas untuk kuliah malam yang seringkali selesai lebih dari jam seharusnya karena beberapa pertanyaan yang diajukan oleh teman-teman belum selesai terjawab atau memang isi materi yang belum selesai disampaikan. Rasa lelah dan kantuk yang biasanya sangat kuat seringkali membuat beberapa dari kami tidak mampu menahan beban mata dan akhirnya belajar sambil duduk dengan mata terpejam, beberapa kali badan kami hampir jatuh dan ini menjadi pemandangan menggelikan.

Tidak selesai di kegiatan kelas malam, untuk tim yang mendapat giliran piket masak, mereka harus segera bergegas ke dapur dan menyiapkan makanan untuk sarapan satu asrama besok paginya. Bagi yang belum selesai tilawah sesuai target masing-masing, maka mereka menyelesaikan tilawahnya, yang masih ada tanggungan setoran diluar kelas biasanya mereka memanfaatkan waktu ini, atau bagi mereka yang masih ada amanah tugas kampus, maka bergadang menjadi pilihan yang memang harus di ambil. Malam kami jarang sepi sampai paling tidak jam 00.00 WIB. Saya yang pada awalnya jarang sekali bergadang, Asma adalah tempat pertama yang menyadarkan saya untuk bertindak tersebut, karena jika tidak demikian banyak hal yang terlewat dengan waktu yang habis untuk tidur, banyak tugas yang tertunda dan semakin menumpuk.

Bagi orang seperti saya yang manajemen waktunya masih belum baik, asrama memberi fasilitas untuk dapat memperbaikinya, jadwalnya sangat teratur dan setiap kegiatannya sudah jelas tertata rapi. Tidak hanya itu, saya pribadi belajar bertanggungjawab dengan utuh terhadap apa yang ditugaskan, yang penting lainnya adalah saya belajar menjadi ibu karena selain harus memasak, kami juga diberi waktu untuk belajar ‘momong’ ketiga anak ummi, menghadapi mereka saat menangis, bagaimana caranya membuat mereka nyaman dengan kita dan perkataan apa saja yang boleh dan tidak boleh diucapkan di depan anak-anak. Ini adalah pelajaran yang sangat jarang saya dapatkan selama ini.

Lalu yang menarik pada akhirnya adalah ketika musim UAS seperti sekarang ini. Saya dan beberapa teman dari UGM menghadapi amanah ganda untuk mempersiapkan fisik dan mental lebih dari biasanya. Minggu UAS di kampus berbarengan dengan UAS di Asrama, ini berarti mengharuskan kami bisa berbagi konsentrasi untuk mengingat beberapa materi yang berbeda dalam satu hari. Saya pribadi merasakan pengalaman baru bagaimana saat pagi hari jam 05.00 saya ujian di Asrama, jam 07.30-12.30 ujian di Kampus dan jam 20.00 kembali ujian di Asrama, 4 mata kuliah berbeda saya lewati setiap hari. Awalnya saya berpikir ini akan menjadi kegiatan yang berat dan sulit, namun ternyata dengan keikhlasan dan persiapan yang dilakukan seminggu sebelum minggu UAS semua dapat terlewati dengan baik.

Untuk menggapai sesuatu sesuai keinginan, terkadang kita memang perlu mengorbankan beberapa hal, salah satunya bertemu dengan keluarga. Minggu tenang langka di prodi kebidanan yang mayoritas dimanfaatkan untuk mudik dan berlibur bersama keluarga harus saya gunakan untuk mengulang kembali materi-materi yang disampaikan di kampus dan pesantren karena saya yakin tidak mampu melewatinya dengan SKS (Sistem Kebut Semalam) yang beberapa kali saya lakukan saat ujian.

Jadi, memutuskan untuk belajar di pesantren bagi saya adalah pilihan yang tepat, karena bukan hanya usaha dari kita yang membuat impian-impian kita tercapai, tetapi ada campur tangan Allah yang meringankan setiap langkah ketika kita memutuskan untuk mengabdikan diri belajar ilmu agama. Dan libur 2 hari pasca UAS ini saya gunakan untuk bersilaturahmi ke salah satu rumah sahabat di Magelang, menikmati berbagai wahana refreshing yang pada akhirnya membuat rasa lelah saya terbayarkan. Esok hari kami sudah siap dengan semangat yang baru untuk kembali pada rutinitas hidup di asrama, kampus, beberapa organisasi dan kegiatan lain yang menyenangkan. Karena selama hidup kita belajar !

Wahyulin Aprilia
Magelang, 12-12-2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar